beritakitanih.com – Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa dasar hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran, sedangkan hadits yaitu sebagai sumber hukum Islam yang kedua. Kata hadits itu secara bahasa memiliki tiga makna, yakni baru (jaded), dekat (qarib), dan berita (khabar). Disamping itu, pengertian hadits menurut para ahli hadits merupakan semua yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan, pebuatan, persetujuan, dan sifat, Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam kedua merupakan sebagai penjelas terhadap Al-Quran, penegas terhadap ayat-ayat Al-Quran, menentukan hukum baru yang tidak ada di dalam AL-Quran, serta menghapus ketentuan hukum dalam Al-Quran.
Pengertian Hadits
Hadits memiliki arti perkataan atau ucapan secara behasa. Sedangkan secara istilah, hadits adalah segala perkataan, perbuatan, serta ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Hadits juga kerap disebut dengan nama sunnah. Namun, para ulama menyebutkan bahwa ada perbedaan antara hadits dengan sunnah.
Hadits adalah ucapan atau perkataan Rasulullah SAW, yang terdiri dari beberapa bagian yang satu sama lainnya saling berkaitan. Bagian-bagian hadits tersebut diantaranya adalah sanad, yakni seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW, yang sampai kepada kita hingga sekarang ini. Sedangkan sunnah merupakan segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Lain halnya dengan Matan, yang merupakan isi atau materi hadits yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Sementara Rawi adalah orang yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. Dalam kaitannya dengan ini, Muhammad Ajjaj Al-Khatib mengatakan: “Al-Quran dan As-Sunnah (Al-Hadits) merupakan dua sumber hukum syariat islam yang tepat, sehingga umat islam tidak mungkin mampu memahami syariat islam tanpa kembali kepada kedua sumber hukum islam tersebut. Mujtahid dan orang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya”.
Baca Juga : 7 CARA MENDIDIK ANAK SECARA ISLAMI
Hadits Sebagai Bayan
Bayan Taqrir
Bayan taqrir berposisi sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan Al-Quran (Ta’ki). Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits:
Dari Ibn Umar Ra: Rasulullah Saw bersabda: “Islam didirikan atas lima perkara: menyaksikan dan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, haji, dan puasa ramadhan.”
Bayan Tafsir
Bayan tafsir berperan sebagai penjelas (tafsir) terhadap Al-Quran dan fungsi tersebutlah yang terbanyak. Adapun mengenai tiga macamnya yang terdiri dari:
Tafshil al mujmal
Yaitu hadits yang memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat Al-Quran. Seperti dalam hadits nabi yang diriwayatkan Bukhari: “Shalatlah sebagaimana engkau melihat shalatku” (H.R Muslim).
Takhshish Al-amm
Yaitu hadits yang mengkhususkan ayat-ayat Al-Quran yang umum, seperti yang terkandung dalam surat An-Nisa : 14 “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sam dengan bagian dua anak perempuan”.
Taqyid Al-muthlaq
Yaitu hadits yang membatasi kemutlakan Al-Quran, sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah : 38 “Pencuri lelaki dan perempuan, potonglah tangan-tangan mereka”. ADapun sabda nabi yang berbunyi “Rasulullah Saw didatangi seorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”.
Bayan Naskhi
Yaitu hadits menghapus hukum yang diterangkan dalam Al-Quran. Para ulama mengartikan bayan nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam men-takrif-kannya. Hal tersebut terjadi pad kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama mutaqadimin.
Menurut para ulama mutaqadimin, yang disebut bayan naskhi ini merupakan dalil syara (yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian. Imam Hanafi sendiri membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadtis-hadits yang mutawatir dan masyur, sedangkan terhadap hadits ahad dia menolaknya. Seperti halnya kewajiban wasiat yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah : 180 “Diwajibkan atas kamu, apabila diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu baoak dan karib kerabatnya secara maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.”
Ayat diatas tadi dinasakh dengan hadits nabi: “Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan tidak ada wasiat itu wajib bagi waris”. (HR. An-Nasa’i).
Bayan Tasyri’i
Yaitu hadits menciptakan hukum syari’at yang belum dijelaskan dalam Al-Quran. Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang fungsi sunnah sebagai dalil pada sesuatu hal yang tidak dijelaskan pada Al-Quran. Sebagai contohnya, keharaman jual beli dengan berbagai cabangnya menerangkan yang tercantum dalam surat An-Nisa:29 “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara”.
Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran
Menjelaskan Ayat-ayat Al-Quran yang Masih Besifat Umum
Sebagai contohnya adalah ayat AL-Quran yang memerintahkan Shalat. Perintah shalat di dalam Al-Quran masih bersifat umum, sehingga akan diperjelas oleh hadits-hadits Rasulullah SAW, baik tentang tata cara maupun umlah bilangan raka’atnya. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (H.R Bukhari).
Memperkuat Penrnyataan yang Ada Dalam Al-Quran
Seperti yang disebutkan dalam ayat Al-Quran yang mengatakan: “Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka berpuasalah!”. Maka ayat tadi diperkuat oleh sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang berbunyi: “Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya” (H.R Bukhari dan Muslim).
Menerangkan Maksud dan Tujuan Ayat
Salah satu contohnya bisa kita lihat pada Q.S At-Taubah / 9:34 yang berbunyi: “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah SWT, gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Ayat tersebut juga dierjelas oleh sebuah hadits yang berbunyi: “Allah SWT tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati” (H.R Baihaqi).
Menetapkan hukum Baru yang Tidak Terdapat Dalam Al-Quran
Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak ada hukumnya dalam Al-Quran, maka diambil dari hadits yang sesuai. Misalnya, bagaimana hukumnya seorang pria yang menikahi saudara perempuan istrinya. Makah al tersebut akan dijelaskan dalam sebuah hadits dari Rasulullah Saw, bersabda: “Dilarang seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan dengan saudara dari ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya” (H.R bukhari).
Sifat-sifat Hadits
Hadits Shohih, merupakan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya besambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah sebuah penyakit yang samar-samar yang bisa menodai ke-shohihan suatu hadits.
Hadits Hasan, merupakan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya)m bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul, dan biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting.
Hadits Dhoif, merupakan hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits Hasan. Hadits Dhoif memiliki banyak macamnya, serta memiliki perbedaan derajat satu sama lain yang disebabkan banyaknya atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih maupun Hasan yang tidak dipenuhi.