Mencuci tangan memang penting, namun tidak memerlukan formula antibakteri yang dapat mengganggu mikrobioma kulit bahkan memperburuk resistensi antimikroba.

Selama musim dingin, dengan kembalinya musim pilek dan flu, kekhawatiran mengenai kebersihan meningkat: masyarakat lebih sering mencuci tangan, mendisinfeksi permukaan benda, dan meningkatkan vaksinasi musiman untuk menghindari wabah di keluarga. Namun ada satu produk yang ternyata bisa dibuang dan berpotensi membahayakan, yakni sabun “antibakteri”.

Pada dasarnya, saran para ahli adalah: mencuci tangan tetap penting, tetapi tidak memerlukan formula “antibakteri”.

Sabun biasa, baik batangan maupun cair, bekerja terutama melalui tindakan mekanis dan kimia: kombinasi lemak/minyak dengan zat alkali dan air membantu melepaskan mikroba dari kulit, sehingga mikroba dapat dihilangkan dengan air mengalir. Alih-alih “membunuh”, tujuannya adalah “menghilangkan”, dan ini cukup untuk mengurangi risiko penularan agen infeksi dalam kehidupan sehari-hari.

Sabun antibakteri antara lain biosidaseperti benzalkonium klorida, benzethonium klorida dan kloroksilenol, bahan kimia yang dirancang untuk menghilangkan mikroorganisme, menunjukkan Sains Populer.

Salah satu masalah yang disoroti adalah bahan kimia ini tidak dapat membedakan antara bakteri yang berpotensi membahayakan dan bakteri menguntungkan. Paparan berulang dapat mengganggu mikrobioma kulit — kumpulan mikroorganisme yang membantu menjaga pH, fungsi penghalang dan pertahanan terhadap patogen.

Selain itu, residu mungkin tertinggal di kulit setelah dicuci, sehingga memperpanjang efek biosidal setelah Anda membilas tangan. Dengan sabun biasa, mikroba yang bertahan hidup dan mikroba yang berasal dari lingkungan cenderung berkolonisasi kembali lebih cepat, sehingga membantu menjaga keseimbangan.

Majalah terkenal tersebut juga memperingatkan dampak pada sistem pengolahan air limbah, yang bergantung pada bakteri untuk proses seperti nitrifikasi — konversi amonia menjadi bentuk nitrogen yang kurang beracun dan lebih bermanfaat bagi tanaman.

Penggunaan produk ini secara berlebihan juga dikaitkan dengan memburuknya resistensi antimikrobadengan memfasilitasi munculnya mikroba yang toleran terhadap biosida dan, berpotensi terhadap antibiotik. Dalam skenario yang telah digambarkan sebagai krisis global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa penyakit yang resistan terhadap antibiotik dapat menyebabkan 10 juta kematian setiap tahunnya pada tahun 2050 jika tidak ada perubahan.

Dari segi lingkungan, pelepasan senyawa ini ke lingkungan perairan juga dapat mempengaruhi ikan dan invertebrata serta terakumulasi di tanah dan lumpur. Meskipun sabun ini populer secara komersial, kesimpulannya pragmatis: tidak ada manfaat kesehatan yang “signifikan” dari memilih sabun antibakteri dibandingkan sabun dan air biasa, termasuk dalam melawan virus dan bakteri pada umumnya. Rekomendasinya adalah pilihlah sabun dan air sederhana.



Tautan sumber